"
Menulislah,
Jika kamu tidak lagi sanggup
berbicara,
Simbol-simbol yang
berhamparan di jagad ini menunggu seseorang untuk merangkainya menjadi suatu
yang nyata. Sesuatu yang dapat dibaca. Tidak saja wujud harfiahnya tetapi juga
bentuk-bentuk di sebaliknya.
Menulislah,
Jika suaramu tidak
lagi ada yang mendengar,
Suara
yang melekat pada batu-batu dinding kotamu tidak sekokoh goresan tangan yang
berotot keprihatinan. Suara akan melembab di kaki-kaki pengembara dan
meringkuk hilang makna seiring waktu menua. Tetapi tulisan tidak. Ia akan
dibaca sebagaimana ia tertulis sepanjang masa.
Menulislah,
Jika namamu ingin tercatat di lintasan sejarah,
Betapa banyak jiwa-jiwa membeku di pengap waktu. Mereka binasa dengan sia-sia.
Bergumul dalam kesendirian dan tidak mampu menolak zaman yang mengutuknya
menjadi sekedar deretan huruf dan angka-angka. Bebaskan jiwamu dan jadilah
manusia merdeka.
Menulislah,
Tangan dan kakimu
dapat terbelenggu, tetapi tidak hati dan pikiranmu. Pikiran adalah hantu yang
tidak terikat ruang dan waktu dan ia menyatakan dirinya dalam tulisan-tulisan.
Menulis menghubungkanmu antara dunia jiwa dengan dunia
nyata.
Menulislah,
Meski tulisanmu tidak
seagung karya para pujangga atau tidak seindah rangkaian kata para penyair
yang mabuk rindu. Meski penamu tak lagi tajam dan kertasmu mulai buram. Sebab
Ia telah menghamparkan kertas di depan mata kita, mengisi penuh tinta di hati
dan pikiran kita. Ia menunggu kita menulis sesuatu yang
bermakna.
Menulislah,
Sebab sesungguhnya
hidupmu lebih sastra daripada karya para pujangga dan lebih puisi daripada
rangkaian kata para penyair.
"
Menulislah,
Jika kamu tidak lagi sanggup
berbicara,
Simbol-simbol yang
berhamparan di jagad ini menunggu seseorang untuk merangkainya menjadi suatu
yang nyata. Sesuatu yang dapat dibaca. Tidak saja wujud harfiahnya tetapi juga
bentuk-bentuk di sebaliknya.
Menulislah,
Jika suaramu tidak
lagi ada yang mendengar,
Suara
yang melekat pada batu-batu dinding kotamu tidak sekokoh goresan tangan yang
berotot keprihatinan. Suara akan melembab di kaki-kaki pengembara dan
meringkuk hilang makna seiring waktu menua. Tetapi tulisan tidak. Ia akan
dibaca sebagaimana ia tertulis sepanjang masa.
Menulislah,
Jika namamu ingin tercatat di lintasan sejarah,
Betapa banyak jiwa-jiwa membeku di pengap waktu. Mereka binasa dengan sia-sia.
Bergumul dalam kesendirian dan tidak mampu menolak zaman yang mengutuknya
menjadi sekedar deretan huruf dan angka-angka. Bebaskan jiwamu dan jadilah
manusia merdeka.
Menulislah,
Tangan dan kakimu
dapat terbelenggu, tetapi tidak hati dan pikiranmu. Pikiran adalah hantu yang
tidak terikat ruang dan waktu dan ia menyatakan dirinya dalam tulisan-tulisan.
Menulis menghubungkanmu antara dunia jiwa dengan dunia
nyata.
Menulislah,
Meski tulisanmu tidak
seagung karya para pujangga atau tidak seindah rangkaian kata para penyair
yang mabuk rindu. Meski penamu tak lagi tajam dan kertasmu mulai buram. Sebab
Ia telah menghamparkan kertas di depan mata kita, mengisi penuh tinta di hati
dan pikiran kita. Ia menunggu kita menulis sesuatu yang
bermakna.
Menulislah,
Sebab sesungguhnya
hidupmu lebih sastra daripada karya para pujangga dan lebih puisi daripada
rangkaian kata para penyair.
"